Senin, 24 Maret 2014
When You Believe
Kamis, 20 Maret 2014
Cinta, Harus Dikatakan Nggak Sih..???
Kadangkala
orang yang paling mencintaimu
adalah
orang yang tak pernah menyatakan cinta padamu
karena takut
kamu akan berpaling
memberi jarak pembatas dan bila
suatu saat ia pergi
kamu akan menyadari
bahwa dia adalah cinta yang tidak disadari.
orang yang paling mencintaimu
adalah
orang yang tak pernah menyatakan cinta padamu
karena takut
kamu akan berpaling
memberi jarak pembatas dan bila
suatu saat ia pergi
kamu akan menyadari
bahwa dia adalah cinta yang tidak disadari.
.Khalil Gibran.
Jujur pas ada temen yang pasang status kayak gitu di salah satu media sosial, rasanya jadi mak jlep banget. Suer, karna selama ini boleh di bilang aku adalah termasuk orang yang meyakini istilah "Cinta itu harus dikatakan." Kenapa?? Ya karna ada yang bilang kalo cinta bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan. Tapi yang lebih menyakitkan itu kalo orang yang kita cintai tidak tahu bahwa kita mencintainya. Cinta dalam hati gitu dehh. Nah loo..
Suueerrr, sakitnya sampe ke ubun-ubun. Seluruh badan jadi ikut sakit rasanya. Ahh lebay..
Eh tapi beneran, serius. Nah terus sekarang pertanyaannya, sebenernya cinta itu harus di katakan nggak sih?
Senin, 17 Maret 2014
CERPEN : AKU TELAH PATAH
“Aku janji Re. Aku
akan kembali, untukmu,”
dia menggenggam tanganku erat. Suaranya
berat. Pastilah seberat hatinya mengambil keputusan ini. Sama halnya denganku,
berat menerima keputusannya.
Aku masih
menunduk. Sekuat hati menahan perasaanku
yang sudah buncah.
Kenapa dia harus pergi..?? Kenapa secepat ini..??
Kami bahkan belum genap satu bulan berpacaran.
sudah sejak SMA dia jatuh bangun mengejar
cintaku. Namun baru beberapa minggu yang lalu aku mempercayakan hatiku padanya.
Luluh melihat perjuangannya. Aku menitipkan setitik asaku. Asa yang mulai
tumbuh perlahan bersama janji masa depan yang ia sematkan. Dan sekarang..??
Haruskah kisah
ini dijalin bersama jarak dan waktu yang berbeda..?? Yogyakarta dan Balikpapan.
Akankah aku dan dia bisa..?? Ya Tuhan..
Aku bisa saja
merengek padanya, menyuruhnya membatalkan rencana ini, dia pasti akan
melakukannya demi aku. Ya, dia mau
melakukan apa saja untukku.
Aku masih menunduk. Angin berhembus
bagai desingan peluru yang menembus dadaku. Sesak, aku ingin menangis. Bahkan
sebutir air mataku sudah jatuh menerpa pipiku. Sebelum aku menghapusnya,
tangannya sudah terlebih dulu sigap mengusapnya.
Kamis, 06 Maret 2014
Senandung di Ujung Gerimis
Dear malam yang kian
basah oleh gerimis,
Apa yang salah dengan
kesendirianku?? Kenapa begitu banyak orang yang suka sekali menjodoh-jodohkan
aku dengan teman-temannya?? Mengusik kesunyianku yang selama ini baik-baik saja, menyenangkan-menyenangkan
saja. Apa yang salah dengan pilihanku untuk tidak pacaran?? Kenapa mereka
menganggap itu sebagai sesuatu yang aneh?? Lalu memangnya kenapa jika sampai
saat ini aku belum memiliki kekasih hati?? Apa itu dosa?? Bukankah dalam islam
pacaran itu dilarang?? Huufftt.
Dear malam yang
semakin dingin membekukan tulang,
Aku hanya ingin
memperbaiki diriku sebaik mungkin. Karna
aku percaya dengan firman-Nya, bahwa wanita-wanita baik adalah untuk laki-laki
yang baik, begitu juga sebaliknya. Selalu begitu. Allah tidak pernah salah
menuliskan takdirnya.
Tapi lantas bukan
berarti tidak ada seseorang yang ku kagumi saat ini, wahai malam. Ahhh,,
seharusnya sejak awal tak ku biarkan rasa ini tumbuh. Tapi betapa sulit
membunuh tunas-tunas cinta yang terlanjur menguncup. Ya Rabb,, maafkan aku.
Rabu, 05 Maret 2014
Cerpen : SILUET JOGJA
Oleh
: Furi Arviyani @pHoooyi
Asap
kendaraan mengepul membumbung tinggi ke langit yang mulai kemerahan diterpa
senja. Membuatku terpaksa menutup hidung. Terbatuk-batuk kecil. Aku patah-patah
hendak menyeberang karena lalu lintas begitu padat. Mobil dan sepeda motor
bagai berjalan merayap. Saling membunyikan klakson, wajah-wajah lelah dan sayah
tampak tidak sabaran ingin saling mendahului. Tampak beberapa tukang becak ikut
terjebak dalam antrean panjang itu. Menyeka peluh, sambil sesekali kembali
mengayuh. Satu kayuhan, berhenti, lalu dua kayuhan. Berkali-kali sebuah sepeda
motor bergantian menyalipnya. Tapi tukang becak itu tetap gagah duduk dikursi
kayuhnya. Bersabar. Dua turis yang duduk didepan tampak sumringah meski
ditengah kemacetan nan panjang itu. Asyik mengobrol sambil memotret kanan kiri.
Seperti tak mempedulikan keriuhan dan hiruk pikuk jalanan. Bahkan malah
terkesan menikmati. Bulan sabit samar
menggantung
malu-malu diatas langit Yogyakarta. Tersenyum melihatku susah payah
menyeberang. Aku mendongak, balas tersenyum.
Ini
malam minggu, wajarlah jika kawasan Malioboro dua kali lebih ramai dari
hari-hari biasanya. Banyak yang datang berkunjung sekadar ingin menghabiskan
malam minggu bersama keluarga, teman, atau pacar.
Haaapp..aku
sampai diseberang. Aku berjalan menyusuri trotoar yang kini dipenuhi pedagang
kaki lima yang mulai ramai menggelar lapaknya sejak matahari terbenam. Ku langkahkan
kakiku lebih cepat saat aku melihat dua orang turis sedang asyik berfoto. Lalu
sesekali tampak takjub melihat sekeliling.
“Excuse
me,” sapaku ramah kepada mereka. Dua turis itu sedikit kaget dan menghentikan
aktifitasnya. Lalu bersamaan menatapku. Aku tersenyum.
“I’m
Riani,” aku menyebutkan nama. Sedetik kemudian mereka tersenyum. Lalu
bergantian menyalamiku.
Yaaahh,,
mereka adalah Janson dan Anke. Aku janji bertemu dengan mereka disini. Mereka
adalah temanku dari Belanda.
Teman dari dunia maya tepatnya. Sudah sejak beberapa bulan yang lalu kami
sering mengobrol lewat jejaring sosial, dan mereka mengatakan sangat tertarik dengan Indonesia. Apalagi Yogyakarta, sudah
sering mereka mendengarnya. Dan baru hari ini mereka menyempatkan diri
berkunjung.
Aku
mengajak Janson dan Anke untuk duduk disalah satu bangku taman. Lampu jalanan
mulai berkilat-kilat beradu dengan lampu mobil dan motor yang mengekor. Musisi jalanan ramai memainkan aksinya, dikerumini
banyak orang, penasaran ingin menyaksikan dari dekat. Anak laki-laki sebayaku
mendekati kami, ramah mengucapkan selamat sore. Lalu cempreng menyanyikan lagu Yogyakarta. Aku merogoh uang ribuan
disaku celana, memberikannya pada pengamen itu. Matanya berbinar-binar, berlalu
sambil mengucapkan terimakasih.
“How
do you feel being in this country..???,” aku membuka pembicaraan.
“Great,”
Janson tersenyum lebar. Takzim. Selanjutnya aku sibuk menjawab
pertanyaan mereka, menjelaskan yang aku tahu. Tentang Jogja dan seluk beluknya.
Sudah seperti guide saja. Merekan
manggut-manggut. Tersenyum,
kagum.
Kadang mengangkat alis, penasaran. Terkesima. Entahlah.
Yang
jelas dua hari kedepan aku bertugas untuk menemani mereka mengelilingi kota
budaya ini.
***
Langganan:
Postingan (Atom)